Sabtu, 19 Mei 2018

Pajak Dan Hukum Perpajakan Dalam Bisnis





2.1 Pengertian Pajak dan Fungsi Pajak
A. Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H. berbunyi pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dengan demikian ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut:
1.    Pajak dipungut bedasarkan undang-undang.
2.    Jasa timbal tidak dapat ditunjukkan secara langsung.
3. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
4.    Pajak dipegunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
5.    Dapat dipaksakan (bersifat yuridis).
B. Fungsi Pajak
1. Budgeter
Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan.
2. Regulerend
Regulerend disebut juga fungsi mengatur, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan, keamanan, seperti:
a. Mengadakan perubahan-perubahan tarif.
b.Memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya, yang ditunjukkan kepada masalah tertentu.
2.2 Subjek dan Objek Berbagai Macam Pajak
A. Subjek Pajak
      Berikut macam-macam subjek pajak yaitu:
1.       Subjek Pajak Penghasilan
Pph merupakan termasuk pajak subyektif yakni pajak dikenakan karena ada, yakni mematuhi criteria yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2000 mengenai perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, subjek pajak terdiri dari tiga jenis, yaitu orang pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak juga digolongkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang termasuk Subjek Pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:
a.       Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
b.      orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
c.       badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
d.  warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
Sedangkan Subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
a.  Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
b.      Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
c.  Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
d.      Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2.       Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Subyek yang menjadi sasaran pajak yaitu:
a.       Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
b.   Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
c. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
3.       Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Yang menjadi Subjek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata – nyata mempunyai status hak atas bumi dan bangunan, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak. Subjek PBB yang dikenakan kewajiban membayar PBB berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku menjadi wajib pajak.
4.       Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB. Pihak yang terkena kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi dan badan hukum. Selain itu terdapat pihak yang dikecualikan dari kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu:
a.       Perwakilan diplomatik dan konsulat dengan asas timbal balik
b.      Negara untuk melaksanakan kepentingan umum
c.  Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri untuk menjalankan fungsinya
d.   Orang pribadi atau badan, karena konversi hak atas tanah dan bangunan dengan tidak ada perubahan nama
e.      Orang pribadi atau badan yang diperoleh dari wakaf
f.        Orang pribadi atau badan yang diperuntukan untuk kepentingan ibadah.
B. Objek Pajak
Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu apa-apa yang dikenakan pajak. Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Berikut macam-macam objek Pajak:
1.       Objek Pajak Penghasilan
Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
a.  Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang Pajak Penghasilan;
b.      Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
c.       Laba usaha
d.      Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
2.       Objek Pajak Pertambahan Nilai
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah  terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a.     Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
b.      Impor Barang Kena Pajak
c.   Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
d.      Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
e.  Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
f.        Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
3.       Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
                 Yang termasuk  Objek BPTHB adalah hak atas tanah dan bangunan yaitu:
a.  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
b.  Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
c.  Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.       Objek Bea Meterai
Objek Bea Materai menurut Undang-Undang No.13 tahun 1985 adalah DOKUMEN (kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan). Sedangkan subjek Bea Materai adalah orang pribadi yang membuat atau badan yang memerlukansurat atau dokumen.
2.3 Kaitan Pajak Dengan Bisnis
Dunia bisnis tidak bisa dilepaskan dengan aspek pajak. Pajak dan bisnis bisa dikatakan sebagai satu mata uang dengan dua sisi yang saling berkaitan satu sama lain. Berikut pengaruh pajak dalam dunia bisnis:
1.    Pengaruh Pajak Terhadap Produksi
Pengaruh pajak terhadap produksi dapat dibagi dalam pengaruhnya terhadap produksi sebagai keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruhnya terhadap produksi sebagai keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan dan investasi. Kemudian lebih jauh lagi kita melihat pengaruh-pengaruh terhadap kerja, tabungan, dan investasi itu melalui kemampuan dan keinginan, yaitu kemampuan dan keinginan untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
2.    Pengaruh Pajak Terhadap Produksi Sebagai Keseluruhan
Pengaruh pajak terhadap produksi sebagai keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tabungan, dan investasi. Apabila investasi dapat diarahkan dengan baik, maka akan dapat membuat pekerjaan lebih produktif. Investasi ini dapat berupa investasi materiil maupun investasi sumber daya manusia.
3.    Pengaruh Pajak Terhadap Komposisi Produksi
Pajak dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor produksi, yaitu penggunaan yang seharusnya dapat menghasilkan produksi yang maksimum menuju kearah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit, oleh karenanya pajak yang dikenakan jangan sampai mengakibatkan adanya penyimpangan penggunaan faktor-faktor produksi atau jika memang tidak dapat dihindarkan. Pajak yang dikenakan dalam perekonomian jangan sampai menimbulkan terlalu banyak penyimpangan-penyimpangan.

Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat



2.1 Pengertian Larangan Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat
2.1.1 Pengertian Larangan Monopoli
Praktek Monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat ( 2 ) Undang-Undang Anti Monopoli. Karena hanya terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi dan tidak terdapat subtitusi sempurna untuk komoditi itu maka untuk masuk kedalam industri itu sangat sulit atau tidak mungkin. Kita bisa mendapatkan pasar monopoli sempurna jika kita mengasumsikan bahwa suatu perusahaan monopoli yang mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai harga dan biaya sekarang bahkan biaya dan harga dikemudian hari. Namun, perusahaan monopoli murni tidak mempunyai kekuasaan pasar yang tidak terbatas, karena adanya tuntutan pemerintah dan ancaman persaingan yang potensial, hal inilah yang menjadi penghambat kekuasaan pasar monopoli itu.Kita dapat mengetahui bagimana kondisi yang memungkinkan timbulnya monopoli.
2.1.2 Persaingan Tidak Sehat
Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
2.2 Macam – Macam Larangan Monopoli

  • Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
  • Penetapan harga: Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat  perjanjian, antara lain: 
  • Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
  •  Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
  • Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
  • Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.

Dalam UU No.5 1999 BAB IV , Perjanjian yang tidak boleh dilakukan yaitu: 

1   1.   Pembagian Wilayah:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan  atau jasa.
2   2. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
3   3. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
4    4. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
5   5. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
6   6.  Integrasi Vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
7   7. Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu
8   8. Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.3 KPPU dan penegakan hukum persaingan di Indonesia
            Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
2.4 Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU )
1.   Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut.
2. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
3.   Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
4.  Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
5.   Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan. 
6.      Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
7.      Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
8.     Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
9.      Efisiensi alokasi sumber daya alam 
10. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
11. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
12.   Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
13.   Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
14.    Menciptakan inovasi dalam perusahaan
2.5 Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
        Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan anatara lain:
1.   Menurut UU No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha ( pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ).
2.   Macam – Macam Larangan Monopoli
  • Oligopoli, penetapan harga, Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
  • Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
  •  Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
  •  Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
3.  KPPU dan penegakan hukum persaingan di Indonesia Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.



Pengertian, dasar, Tujuan, Asas, Proses Kepailitan

 A. Definisi Kepailitan             Kepalitan merupakan suatu kondisi ketika seorang debitur mengalami situasi kesulitan keuangan untuk ...