Rabu, 13 Juni 2018

Perlindungan hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dalam Bisnis



     Pengertian Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disebut HaKI) atau Hak Milik Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki manfaat ekonomi. HKI dalam dunia internasional dikenal dengan nama Intellectual Property Rights (IPR) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia. Konsep dasar tentang HaKI berdasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya.
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg terctat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut, dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa HaKI atau HKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan kretif suatu kemampuan daya berpikir manusia yang mengepresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang khidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis yang melindungi karya-karya intelektual manusia tersebut.
Sistem HaKI merupakan hak privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HaKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
     Tujuan Dan Manfaat Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
A. Tujuan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Tujuan Hak Kekayaan Atas Intelektual (HAKI) memiliki beberapa buah tujuan, setidaknya terdapat 8 tujuan adanya HAKI sebagai berikut :
1.    Memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta dan ciptaannya
2.    Memberikan motivasi kepada pencipta dan masyarakat luas untuk dapat terus berkarya, menciptakan produk dan inovasi yang lebih baik
3.    Memberikan perlindungan hukum terhadap nilai ekonomis yang terkandung didalamnya.
4.    Perlindungan terhadap hak milik seseorang terhadap kekayaan intelektual dan hasil karyanya
5.    Sebagai bentuk penghargaan atas kekayaan intelektual manusia
6.    Sebagai sebuah perlindungan akan aset berharga yang dimiliki oleh perorangan maupun kelompok dalam bentuk hasil karya
7.    Merangsang dunia industri dan gairah berkarya untuk terus berkembang dan produktif
8.    Merangsang kreatifitas masyarakat dengan bebas, akibat adanya perlindungan terhadap kekayaan intelektual mereka.
B. Manfaat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Manfaat dengan adanya HAKI maka diperoleh beberapa manfaat sebagai berikut :
1.    Meningkatkan kepuasan para pencipta
2.    Meningkatkan motivasi masyarakat luas agar dapat turut serta dalam menciptakan produk yang inovatif
3.    Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendapatan yang diperoleh dari nilai ekonomis suatu karya cipta
4.    Penghargaan terhadap HAKI termasuk juga akan menigkatkan pelestarian budaya suatu bangsa (dari segi karya cipta kebudayaan) suatu suku bangsa
5.    Menjaga aset berhaga dari sebuah hasil karya intelektual
6.    Memberikan perlidungan kepada industri, masyarakat maupun perorangan untuk meningkatkan produktifitas, kreatifitas, dan taraf hidup masyarakat.
Macam Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
      1.    Hak Cipta
Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :
·         UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
·      UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
·    UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
·    UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
     2.    Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industri sangat penting untuk didaftarkan oleh perusahaan-perusahaan karena hal ini sangat berguna untuk melindungi kegiatan industri perusahaan dari hal-hal yang sifatnya menghancurkan seperti plagiatisme. Dengan di legalkan suatu industri dengan produk yang dihasilkan dengan begitu industri lain tidak bisa semudahnya untuk membuat produk yang sejenis/ benar-benar mirip dengan mudah. Dalam hak kekayaan industri salah satunya meliputi hak paten dan hak merek.Hak Kekayaan Industri terbagi lagi menjadi beberapa bagian yang meliputi:
a.    Hak Paten
Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
·         UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
·         UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
·         UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).
     b.    Hak Merek
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :
·         Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
·         Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
·         Merek Kolektif
Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Undang-undang yang mengatur mengenai hak merek antara lain :
·         UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81)
·         UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
·         UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110)
     c.    Hak Desain Industri
Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.
Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi penampakan luar suatu produk. Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu dibuatkan UU Khusus yang mengatur tentang desain industri.
Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
     d.     Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST) adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan persetujuaannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Hak DTLST diberikan untuk Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang orisinal.DTLST dinyatakan orisinal jika desain tersebut hasil karya mandiri pendesain dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain.
     e.    Hak Rahasia Dagang
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa perlindungan tanpa batas.
     f.     Hak Indikasi
Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
Indikasi asal adalah suatu tanda yang memenuhi ketentuan tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan atau semata-mata menunjukan asal suatu barang atau jasa.
Dasar HukumPasal 56 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang MerekPeraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-geografis. Pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran indikasi geografis
1)    Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan:
·         Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam/kekayaan alam
·         Produsen barang hasil pertanian
·         Pembuatan barang-barang kerajinan tangan/hasil industri
·         Perdagangan yang menjual barang tersebut
2)    Lembaga yang diberi wewenang untuk itu
3)     Kelompok konsumen barang tersebut


Selasa, 12 Juni 2018

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN 2017/2018 HUKUM ETIKA BISNIS


NAMA  : Zainal Hasan 
NIM      :160321100039
KELAS : A
 

KASUS 1.

Adanya persengketaan merek dagang antara PT Sinde Budi Sentosa (logo cap badak) dengan Wen Ken Drug Co (Pte)Ltd (logo cap kaki tiga). Dimana PT Sinde menerima lisensi untuk menggunakan merek dagang Wen Ken Drug Co (Pte)Ltd di Singapura. Kesamaan kemasan antara dua merek ini menimbulkan persengketaan bisnis, sehingga kemudian di perlukan suatu penyelesaian hukum. Analisalah Kasus ini berdasarkan “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam Bisnis” !

ANALISA

            Berdsarkan pasal 1 UU Nomor 15 tahun 2001 menyatakan bahwa merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa. merek memilik fungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi seseorang serta sebagai alat promosi. PT Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk menggunakan merek dagang Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd di Singapura. Perjanjian bersumber dari kedua belah pihak sejak 1978 hingga saat ini terjadi perikatan diam-diam antara kedua perusahaan. namun faktanya Wen Ken memberikan lisensi atas merek Cap Kaki Tiga pada PT.Sinde Budi Sentosa untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di indonesia. PT. Sinde Budi Sentosa tidak dapat mendaftarkan hak merek terhadap produk yang dimiliki karena memiliki kemiripan kemasan dengan larutan cap kaki tiga. Persamaan diantaranya yaitu bentuk botol, tutup botol warna biru, warna kemasan, tulisan arab, Font, penempatan khasiat produk, penempatan tulisan komposisi, penempatan varian rasa serta penempatan logo dan tulisan “larutan penyegar” yang berada di tengah.

            Dalam hal ini, unsur merek yang diusung oleh PT. Sinde Budi Sentosa secara tidak langsung memiliki unsur yang sama dengan produk larutan Cap Kaki Tiga. Namun permohonan kepada Dirjen HAKI oleh PT. Sinde Budi Sentosa untuk merek dagang Cap Badak berhasil lolos pada tahun 2004 dengan merek larutan penyegar cap badak untuk kelas 32 (minuman penyegar) dan 05 (minuman kesehatan). Hal ini disebabkan pada tahun 2004 Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd belum mendaftarkan merek cap kaki tiga ke Dirjen HAKI, sehingga larutan penyegar cap kaki tiga belum tercatat secara hukum dalam Dirjen HAKI Indonesia. Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd baru mendaftarkan merek Cap Kaki Tiga ke Dirjen HAKI pada tahun 2008. Pada tahun 2018 Akhirnya Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd di singapura memutuskan perjanjian dengan PT. Sinde Budi Sentosa secara sepihak dan memindahkan lisensi penggunaan merek dagang Cap Kaki Tiga ke PT. Kinocare Era Kosmetindo.

KASUS 3.

            Adanya keterlambatan keberangkatan selama 90 menit dari maskapai Wings Air, menyebabkan seorang konsumen (David ML. Tobing) mengalami kerugian. Pihak maskapai tidak memberikan informasi yang memadai akibat keterlambatan tersebut, sehingga David mengajukan gugatan terhadap kasus ini kepada pengadilan untuk memperoleh kerugian dan meminta pengadilan untuk membatalkan klasul baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan ini (hal yang dilarang oleh undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen). Analisilah kasus ini berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen!

ANALISA

            Untuk menganalisa kasus tersebut lebih jauh sebagai suatu tindak pidana ekonomi maka harus dikaji terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan hukum pidana ekonomi dan hukum perlindungan konsumen.

Hukum Pidana Ekonomi, terdiri dari 2 jenis tindak pidana ekonomi yaitu tindak pidana ekonomi dalam arti sempit dan tindak pidana ekonomi dalam arti luas. Yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi dalam arti sempit adalah tindak pidana ekonomi yang secara tegas melanggar Undang-Undang 7/DRT/1955. Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah tindak pidana yang bertentangan dengan Undang-Undang 7/DRT/1955 serta undang-undang lain yang mengatur tentang tindak pidana ekonomi.

Dalam kasus yang menimpa David ML. Tobing, tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen Wings Air dengan mencantumkan klausula baku pada tiket penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklafikasikan sebagai tindak pidana dalam arti luas.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih sangat rendah, yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UUPK diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga yang diharapkan segala kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif dapat dilindungi.

Perlindungan konsumen sebagaimana pasal 1 ayat (1) menyebutkan arti dari perlindungan konsumen yakni : segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen.

Asas-Asas Perlindungan Konsumen dapat dibagi menjadi menjadi 5 asas utama yakni :

1.    Asas Manfaat: Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

2.    Asas Keadilan: Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

3.    Asas Keseimbangan: Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil ataupun spiritual

4.    Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen: Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan

5.    Asas Kepastian Hukum:  Pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang bahwa Perlindungan konsumen bertujuan untuk Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Ketentuan mengenai sanksi pidana dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diatur dalam 3 pasal yakni Pasal 61, 62 dan 63. Hukum pidana berlaku secara Ultimuum Remedium mengingat penyelesaian sengketa konsumen dalam UUPK juga mengenal adanya penyelesaian melalui alternative penyelesaian sengketa, Hukum Administrasi dan Hukum Perdata.

Tindakan Wings Air mencantumkan Klausula baku pada tiket penerbangan yang dijualnya, dalam hal ini menimpa DAVID, secara tegas bertentangan dengan Pasal 62 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen dimana terhadapnya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-,namun dengan tidak mengesampingkan prinsip Ultimum Remedium. Yang dimaksud dengan Klausula baku adalah segala klausula yang dibuat secara sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak yang lain.

Kasus tersebut merupakan suatu bentuk klausula baku mengingat klausul yang termuat dalam tiket tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak Manajemen Wings Air yang berisikan pengalihan tanggungjawab dalam hal terjadi kerugian dari pihak manajemen kepada penumpang. Atas dimuatnya klausula tersebut jelas dapat merugikan kepentingan konsumen. Penyedia jasa dapat serta merta melepaskan tanggungjawabnya atas kerugian yang timbul baik yang ditimbulkan oleh penyedia jasa sendiri maupun konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Wings Air selaku peusahaan milik Lion Air bertentangan dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi Warsawa tentang penerbangan.

Pasal 4, hak konsumen adalah :

a. Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

b. Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 1 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample.Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus.Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow).

c. Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

d. Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam mengetahui informasi komposisi bahan makanannya

KASUS 4.

            Adanya kasus dugaan kartel persekongkolan harga antara PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YMMI) dan PT Astra Honda Motor (AHM) oleh pihak KPPU (Komisi Persaingan Usaha Tidak Sehat) berupa penyesuain harga jual sepeda motor jenis skuter matik di Indonesia dalam kurun waktur 2013-2015. Hal ini dilakukan karena skuter matik menjadi komoditas yang paling banyak diminati oleh konsumen. Dimana pangsa pasar untuk skuter AHM lebih dari 67 persen dan Yamaha lebih dari 29 persen. Analisalah kasus ini berdasarkan larangan praktek monopoli dan  persaingan usaha tidak sehat !

ANALISA

            Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat definisi Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Pasal 25 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap satu pelaku usaha memiliki posisi dominan apabila menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Jika ada dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha, posisi dominannya ditentukan dari penguasaan pangsa pasar sebesar 75% atau lebih. Posisi demikian berpotensi mengakibatkan pelaku usaha tidak lagi mempunyai pesaing yang berarti dalam pasar yang bersangkutan. Hasil persentase Pangsa Pasar kedua perusahaan tersebut dimana Pangsa pasar untuk skuter AHM lebih dari 67% dan Yamaha lebih dari 29% artinya jumlah presentase pangsa pasar keduanya adalah lebih dari 75% (akumulasi 96%) Berdasarkan ayat (1) pelaku usaha patut diduga atau dianggap dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (point c). Persentase Pangsa Pasar kedua perusahaan tersebut dimana Pangsa pasar untuk skuter AHM lebih dari 67% dan Yamaha lebih dari 29% artinya jumlah presentase pangsa pasar keduanya adalah lebih dari 75% (akumulasi 96%).Perjanjian penerapan harga (price fixing) diatur dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 undang-undang antimonopoly bahwa Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya unuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar bersangkutan yang sama.Perjanjian penetapan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan. Penetapan harga ini dapat dilakukan sesama pelaku usaha yang menghasilkan produk barang dan/atau jasa yang sama dengan menetapkan harga yang harus dibayar oleh konsumen, dalam hal ini penyesuaian harga yang dimaksud adalah harga sepeda motor matic. Diantara kedua perusahaan ini diduga melakukan kartel untuk penyesuaian harga. Dalam pasal 11 UU No 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat sudah diatur perihal Kartel yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Dalam hal ini KPPU yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha yang melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan/perbuatan yang dilarang dan posisi dominan, atas dasar yang sudah disebutkan diatas KPPU berhak menduga bahwasanya PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YMMI) dan PT Astra Honda Motor (AHM) melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Pengertian, dasar, Tujuan, Asas, Proses Kepailitan

 A. Definisi Kepailitan             Kepalitan merupakan suatu kondisi ketika seorang debitur mengalami situasi kesulitan keuangan untuk ...