Selasa, 12 Juni 2018

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN 2017/2018 HUKUM ETIKA BISNIS


NAMA  : Zainal Hasan 
NIM      :160321100039
KELAS : A
 

KASUS 1.

Adanya persengketaan merek dagang antara PT Sinde Budi Sentosa (logo cap badak) dengan Wen Ken Drug Co (Pte)Ltd (logo cap kaki tiga). Dimana PT Sinde menerima lisensi untuk menggunakan merek dagang Wen Ken Drug Co (Pte)Ltd di Singapura. Kesamaan kemasan antara dua merek ini menimbulkan persengketaan bisnis, sehingga kemudian di perlukan suatu penyelesaian hukum. Analisalah Kasus ini berdasarkan “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dalam Bisnis” !

ANALISA

            Berdsarkan pasal 1 UU Nomor 15 tahun 2001 menyatakan bahwa merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa. merek memilik fungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi seseorang serta sebagai alat promosi. PT Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk menggunakan merek dagang Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd di Singapura. Perjanjian bersumber dari kedua belah pihak sejak 1978 hingga saat ini terjadi perikatan diam-diam antara kedua perusahaan. namun faktanya Wen Ken memberikan lisensi atas merek Cap Kaki Tiga pada PT.Sinde Budi Sentosa untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di indonesia. PT. Sinde Budi Sentosa tidak dapat mendaftarkan hak merek terhadap produk yang dimiliki karena memiliki kemiripan kemasan dengan larutan cap kaki tiga. Persamaan diantaranya yaitu bentuk botol, tutup botol warna biru, warna kemasan, tulisan arab, Font, penempatan khasiat produk, penempatan tulisan komposisi, penempatan varian rasa serta penempatan logo dan tulisan “larutan penyegar” yang berada di tengah.

            Dalam hal ini, unsur merek yang diusung oleh PT. Sinde Budi Sentosa secara tidak langsung memiliki unsur yang sama dengan produk larutan Cap Kaki Tiga. Namun permohonan kepada Dirjen HAKI oleh PT. Sinde Budi Sentosa untuk merek dagang Cap Badak berhasil lolos pada tahun 2004 dengan merek larutan penyegar cap badak untuk kelas 32 (minuman penyegar) dan 05 (minuman kesehatan). Hal ini disebabkan pada tahun 2004 Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd belum mendaftarkan merek cap kaki tiga ke Dirjen HAKI, sehingga larutan penyegar cap kaki tiga belum tercatat secara hukum dalam Dirjen HAKI Indonesia. Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd baru mendaftarkan merek Cap Kaki Tiga ke Dirjen HAKI pada tahun 2008. Pada tahun 2018 Akhirnya Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd di singapura memutuskan perjanjian dengan PT. Sinde Budi Sentosa secara sepihak dan memindahkan lisensi penggunaan merek dagang Cap Kaki Tiga ke PT. Kinocare Era Kosmetindo.

KASUS 3.

            Adanya keterlambatan keberangkatan selama 90 menit dari maskapai Wings Air, menyebabkan seorang konsumen (David ML. Tobing) mengalami kerugian. Pihak maskapai tidak memberikan informasi yang memadai akibat keterlambatan tersebut, sehingga David mengajukan gugatan terhadap kasus ini kepada pengadilan untuk memperoleh kerugian dan meminta pengadilan untuk membatalkan klasul baku yang berisi pengalihan tanggung jawab maskapai atas keterlambatan ini (hal yang dilarang oleh undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen). Analisilah kasus ini berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen!

ANALISA

            Untuk menganalisa kasus tersebut lebih jauh sebagai suatu tindak pidana ekonomi maka harus dikaji terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan hukum pidana ekonomi dan hukum perlindungan konsumen.

Hukum Pidana Ekonomi, terdiri dari 2 jenis tindak pidana ekonomi yaitu tindak pidana ekonomi dalam arti sempit dan tindak pidana ekonomi dalam arti luas. Yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi dalam arti sempit adalah tindak pidana ekonomi yang secara tegas melanggar Undang-Undang 7/DRT/1955. Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah tindak pidana yang bertentangan dengan Undang-Undang 7/DRT/1955 serta undang-undang lain yang mengatur tentang tindak pidana ekonomi.

Dalam kasus yang menimpa David ML. Tobing, tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen Wings Air dengan mencantumkan klausula baku pada tiket penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklafikasikan sebagai tindak pidana dalam arti luas.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih sangat rendah, yang disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UUPK diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga yang diharapkan segala kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif dapat dilindungi.

Perlindungan konsumen sebagaimana pasal 1 ayat (1) menyebutkan arti dari perlindungan konsumen yakni : segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen.

Asas-Asas Perlindungan Konsumen dapat dibagi menjadi menjadi 5 asas utama yakni :

1.    Asas Manfaat: Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan

2.    Asas Keadilan: Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil

3.    Asas Keseimbangan: Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materil ataupun spiritual

4.    Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen: Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan

5.    Asas Kepastian Hukum:  Pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang bahwa Perlindungan konsumen bertujuan untuk Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha, Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Ketentuan mengenai sanksi pidana dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang diatur dalam 3 pasal yakni Pasal 61, 62 dan 63. Hukum pidana berlaku secara Ultimuum Remedium mengingat penyelesaian sengketa konsumen dalam UUPK juga mengenal adanya penyelesaian melalui alternative penyelesaian sengketa, Hukum Administrasi dan Hukum Perdata.

Tindakan Wings Air mencantumkan Klausula baku pada tiket penerbangan yang dijualnya, dalam hal ini menimpa DAVID, secara tegas bertentangan dengan Pasal 62 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Konsumen dimana terhadapnya dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-,namun dengan tidak mengesampingkan prinsip Ultimum Remedium. Yang dimaksud dengan Klausula baku adalah segala klausula yang dibuat secara sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak yang lain.

Kasus tersebut merupakan suatu bentuk klausula baku mengingat klausul yang termuat dalam tiket tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak Manajemen Wings Air yang berisikan pengalihan tanggungjawab dalam hal terjadi kerugian dari pihak manajemen kepada penumpang. Atas dimuatnya klausula tersebut jelas dapat merugikan kepentingan konsumen. Penyedia jasa dapat serta merta melepaskan tanggungjawabnya atas kerugian yang timbul baik yang ditimbulkan oleh penyedia jasa sendiri maupun konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Wings Air selaku peusahaan milik Lion Air bertentangan dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi Warsawa tentang penerbangan.

Pasal 4, hak konsumen adalah :

a. Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

b. Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 1 kasus disebabkan mikroba dan 8 kasus tidak ada sample.Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus.Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B dan methanil yellow).

c. Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

d. Para pelaku usaha bidang pangan terutama pada makanan cepat saji seperti bakso, mie ayam dan lainnya para pelaku usaha tidak jarang mencantumkan komposisi makanannya bahkan mencampur adukan boraks pada sajiannya, hal ini mempersulit konsumen dalam mengetahui informasi komposisi bahan makanannya

KASUS 4.

            Adanya kasus dugaan kartel persekongkolan harga antara PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YMMI) dan PT Astra Honda Motor (AHM) oleh pihak KPPU (Komisi Persaingan Usaha Tidak Sehat) berupa penyesuain harga jual sepeda motor jenis skuter matik di Indonesia dalam kurun waktur 2013-2015. Hal ini dilakukan karena skuter matik menjadi komoditas yang paling banyak diminati oleh konsumen. Dimana pangsa pasar untuk skuter AHM lebih dari 67 persen dan Yamaha lebih dari 29 persen. Analisalah kasus ini berdasarkan larangan praktek monopoli dan  persaingan usaha tidak sehat !

ANALISA

            Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat definisi Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Pasal 25 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap satu pelaku usaha memiliki posisi dominan apabila menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Jika ada dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha, posisi dominannya ditentukan dari penguasaan pangsa pasar sebesar 75% atau lebih. Posisi demikian berpotensi mengakibatkan pelaku usaha tidak lagi mempunyai pesaing yang berarti dalam pasar yang bersangkutan. Hasil persentase Pangsa Pasar kedua perusahaan tersebut dimana Pangsa pasar untuk skuter AHM lebih dari 67% dan Yamaha lebih dari 29% artinya jumlah presentase pangsa pasar keduanya adalah lebih dari 75% (akumulasi 96%) Berdasarkan ayat (1) pelaku usaha patut diduga atau dianggap dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (point c). Persentase Pangsa Pasar kedua perusahaan tersebut dimana Pangsa pasar untuk skuter AHM lebih dari 67% dan Yamaha lebih dari 29% artinya jumlah presentase pangsa pasar keduanya adalah lebih dari 75% (akumulasi 96%).Perjanjian penerapan harga (price fixing) diatur dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 undang-undang antimonopoly bahwa Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya unuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran pada pasar bersangkutan yang sama.Perjanjian penetapan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan. Penetapan harga ini dapat dilakukan sesama pelaku usaha yang menghasilkan produk barang dan/atau jasa yang sama dengan menetapkan harga yang harus dibayar oleh konsumen, dalam hal ini penyesuaian harga yang dimaksud adalah harga sepeda motor matic. Diantara kedua perusahaan ini diduga melakukan kartel untuk penyesuaian harga. Dalam pasal 11 UU No 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat sudah diatur perihal Kartel yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”. Dalam hal ini KPPU yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha yang melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan/perbuatan yang dilarang dan posisi dominan, atas dasar yang sudah disebutkan diatas KPPU berhak menduga bahwasanya PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YMMI) dan PT Astra Honda Motor (AHM) melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengertian, dasar, Tujuan, Asas, Proses Kepailitan

 A. Definisi Kepailitan             Kepalitan merupakan suatu kondisi ketika seorang debitur mengalami situasi kesulitan keuangan untuk ...